TEMPO.CO , Semarang--Rombongan
warga berpakaian tradisonal khas Jawa di berjalan beringinan ke ujung
kampung desa Kandri Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, Kamis 11 April
2013. Mereka menyusuri jalan kecil menuju sumber air Sendang Gede. Di
perempatan jalan menuju ke arah sumber sekelompok pemain musik gamelan
yang dilengkapi lesung telah menyambut warga dengan irama gending.
Warga
pun memasuki lingkungan sumber air Sendang Gede atau sering disebut
tuk, untuk menguras air dilanjutkan dengan doa dan makan bersama oleh
sajian nasi Tumpeng, nasi Golong dan nasi Goa. Mereka juga asik
menikmati sajian ketoprak Lesung yang sebelumnya diawali tari sendang
suci dan iringan kesenian Kempling, semacam kelompok rebana khas desa
Kandri.
"Ini ritual pertama kali yang dirayakan secara besar," ujar Ahmad Supriyadi, sesepuh desa Kandri, penjaga sumber Sendang Gede, usai memimpin ritual bersih sumber air, Kamis 11 April 2013.
Menurut Supriyadi, kegiatan bersih-bersih sumber air itu sebelumnya dilakukan secara sederhana. Hanya melakukan pengurasan di sumber air, kemudian baca doa dan makan bersama warga. Ritual budaya kali ini sengaja digelar meriah untuk memunculkan semangat cinta lingkungan bertepatan dengan peringatan hari air dan hari bumi sedunia. ?Kalau tidak begini nanti lama-lama generasi muda tak paham makna yang terkandung dalam cinta alam dan sumber kehidupan,? ujar Supriyadi menambahkan.
Kegiatan itu biasa dilakukan setiap tahun pada hitungan Jawa, tepatnya bulan Jumadilakhir hari Kamis Kliwon. Warga yang tak asing dengan ritual itu telah siap dengan sajian Tumpeng, Sego Gua, dan Sego Bolong yang punya makna filosofis sendiri.
Ketua panitia Ritual Adat Bersih Sumber Air Kampung Wisata Kandri, Hariyanto menjelaskan makna sejumlah sajian makanan yanga ada. Di antaranya Sego Golong yang dikemas dalam sembilan bungkusan itu sebagi simbol kesatuan Waligsongo yang dulu menamakan kampung Kandri. Sedangkan Sego Guo yang dimasak dalam bambu lengkap dengan lauk pauknya mengartikan sebagai menyatunya rasa dalam olahan, simbul kesatuan warga. "Sedangkan tumpeng menyimbulkan satu doa agar keinginan dari warga kampung tetap sejahtera," ujar Hariyanto.
Kegiatan besih sumber air ini menurut sang penjaga sumber, Ahmad Supriyadi, sebagai syukur terhadap tuhan yang menganugerahi kekayaan alam di kampungnya. Ini dilakukan dengan menjaga tradisi yang baik, melindungi alam dengan cara bersih lingkungan agar tak murka kepada manusia.
Ritual yang menampilkan musik tardisonal itu pun bukan tanpa alasan, konon terkait dengan sumber air yang sangat besar dan kemudian bisa diredam dengan menutup mata air dnegan alat musik gong dan aneka jadah atau makanan ringan dari warga.
"Ini ritual pertama kali yang dirayakan secara besar," ujar Ahmad Supriyadi, sesepuh desa Kandri, penjaga sumber Sendang Gede, usai memimpin ritual bersih sumber air, Kamis 11 April 2013.
Menurut Supriyadi, kegiatan bersih-bersih sumber air itu sebelumnya dilakukan secara sederhana. Hanya melakukan pengurasan di sumber air, kemudian baca doa dan makan bersama warga. Ritual budaya kali ini sengaja digelar meriah untuk memunculkan semangat cinta lingkungan bertepatan dengan peringatan hari air dan hari bumi sedunia. ?Kalau tidak begini nanti lama-lama generasi muda tak paham makna yang terkandung dalam cinta alam dan sumber kehidupan,? ujar Supriyadi menambahkan.
Kegiatan itu biasa dilakukan setiap tahun pada hitungan Jawa, tepatnya bulan Jumadilakhir hari Kamis Kliwon. Warga yang tak asing dengan ritual itu telah siap dengan sajian Tumpeng, Sego Gua, dan Sego Bolong yang punya makna filosofis sendiri.
Ketua panitia Ritual Adat Bersih Sumber Air Kampung Wisata Kandri, Hariyanto menjelaskan makna sejumlah sajian makanan yanga ada. Di antaranya Sego Golong yang dikemas dalam sembilan bungkusan itu sebagi simbol kesatuan Waligsongo yang dulu menamakan kampung Kandri. Sedangkan Sego Guo yang dimasak dalam bambu lengkap dengan lauk pauknya mengartikan sebagai menyatunya rasa dalam olahan, simbul kesatuan warga. "Sedangkan tumpeng menyimbulkan satu doa agar keinginan dari warga kampung tetap sejahtera," ujar Hariyanto.
Kegiatan besih sumber air ini menurut sang penjaga sumber, Ahmad Supriyadi, sebagai syukur terhadap tuhan yang menganugerahi kekayaan alam di kampungnya. Ini dilakukan dengan menjaga tradisi yang baik, melindungi alam dengan cara bersih lingkungan agar tak murka kepada manusia.
Ritual yang menampilkan musik tardisonal itu pun bukan tanpa alasan, konon terkait dengan sumber air yang sangat besar dan kemudian bisa diredam dengan menutup mata air dnegan alat musik gong dan aneka jadah atau makanan ringan dari warga.
Sumber : Tempo
No comments:
Post a Comment